Seorang sopir travel antar daerah berinisial AI, yang berusia 20 tahun, mengalami situasi yang sangat mengecewakan dan menegangkan. Ia diduga menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh oknum tentara dan polisi saat melintas di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Peristiwa ini kini tengah dalam penyelidikan oleh pihak terkait untuk mengungkap kebenaran di baliknya.
AI yang saat itu sedang membawa penumpang dari Kabupaten Bulukumba menuju Kabupaten Barru, tidak menyangka akan dicegat oleh sejumlah aparat yang mengaku bertugas di Polres Gowa. Kejadian ini mengarah pada negosiasi yang menegangkan dan berujung pada tuntutan yang tidak masuk akal.
Setelah mobilnya dicegat, AI dituduh membawa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal, yang merupakan tuduhan serius dan merugikan. Dalam situasi terdesak, ia terpaksa berusaha keras agar bisa lolos dari tuntutan yang mengancam itu.
Penangguhan dan Negosiasi yang Menegangkan untuk Bebas
Menurut kuasa hukum AI, Sya’ban Sartono, setelah dituduh, kliennya diminta untuk membayar uang tebusan sebesar Rp 50 juta agar bisa bebas. Namun, setelah melalui negosiasi yang menegangkan, jumlah tersebut akhirnya diturunkan menjadi Rp 30 juta.
Pembayaran dilakukan dengan cara transfer ke nomor rekening yang diberikan oleh oknum aparat tersebut. Situasi ini membuat AI merasa terjebak, karena jika tidak memenuhi permintaan, mobilnya bisa disita secara ilegal.
Sya’ban menjelaskan bahwa AI sangat ketakutan dan tidak bisa berbuat banyak dalam situasi ini. Negosiasi yang panjang ini mencerminkan betapa rentannya posisi AI di hadapan kekuatan aparat.
Langkah Hukum Ditempuh setelah Kejadian
Setelah menyelesaikan perjalanan dan mengantar penumpang ke Kabupaten Barru, AI akhirnya berani melapor ke Polres Gowa. Dia merasa perlu untuk meminta keadilan atas tindakan yang dialaminya.
Laporan tersebut segera mendapat perhatian dari pihak kepolisian, yang kemudian melakukan penyelidikan lebih lanjut. Hasil penyelidikan menyatakan bahwa ada keterlibatan anggota TNI dalam tindakan pemerasan tersebut.
Menurut Sya’ban, kliennya awalnya meyakini bahwa para pelaku adalah anggota polisi yang berwenang. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, ternyata mereka adalah oknum tentara yang menyalahgunakan kekuasaan.
Pembelaan dan Penegasan Akan Keberadaan Penumpang Legal
Sya’ban membantah tuduhan bahwa penumpang AI adalah TKI ilegal. Ia menegaskan bahwa semua penumpang yang diangkut kliennya adalah legal dan tidak ada yang mencurigakan.
AI terpaksa menyerahkan uang tersebut karena ancaman pengambilalihan mobilnya oleh para pelaku. Hal ini menambah rasa ketidakadilan dalam situasi yang dialaminya sebagai sopir yang berusaha menjalankan tugasnya dengan baik.
Keberanian AI untuk melapor kepada pihak berwajib diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi oknum-oknum lain yang menyalahgunakan kekuasaan. Ini juga menjadi pengingat bahwa tindakan pemerasan harus ditindak tegas oleh aparat hukum.




