Pada akhir tahun, kita sering kali dihadapkan dengan berbagai fenomena cuaca ekstrem yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Di wilayah Sumatera, prediksi peningkatan curah hujan namun juga diiringi upaya untuk mengurangi dampaknya melalui operasi modifikasi cuaca yang dilakukan oleh TNI Angkatan Udara.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal TNI (Mar) Freddy Ardianzah, menjelaskan bahwa tindakan ini bertujuan untuk meredam potensi bencana seperti banjir yang dapat mengganggu proses evakuasi di daerah terdesak. Ketika hujan deras mulai membanjiri wilayah tertentu, strategi ini menjadi krusial untuk meminimalkan risiko bencana yang lebih besar.
Menurut Freddy, TNI telah mempersiapkan berbagai alat dan sumber daya, termasuk pesawat pengangkut dan peralatan pendukung lainnya. Ini menandakan bahwa upaya mitigasi bencana bukan hanya tanggung jawab satu institusi, tetapi memerlukan kolaborasi dari berbagai sektor agar efektif.
Pentingnya Kesadaran dan Kewaspadaan Masyarakat Dalam Menghadapi Musim Hujan
Pemerintah daerah, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Jawa Barat, mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Dengan prediksi puncak musim hujan yang berlangsung dua kali, yaitu Desember 2025 dan Februari hingga Maret 2026, langkah mitigasi sedari awal menjadi sangat penting.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Teten Ali Mulku Engkun, menekankan bahwa curah hujan tinggi dapat berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor. Karena itu, kesadaran komunitas dalam menjaga lingkungan tetap menjadi perhatian utama agar risiko bencana dapat dikurangi.
Upaya sederhana seperti menjaga kebersihan lingkungan bisa berdampak signifikan. Sampah yang menumpuk dapat menyumbat aliran air yang pada akhirnya memicu banjir lebih cepat. Teten menekankan perlunya memastikan saluran air dan drainase berfungsi dengan baik agar air hujan tidak menggenang di daerah permukiman.
Pentingnya Tindakan Preventif di Wilayah Rawan Bencana
Bagi mereka yang tinggal di daerah perbukitan, kewaspadaan harus lebih ditingkatkan. Tanda-tanda pergerakan tanah, seperti munculnya retakan atau perubahan pada struktur bangunan, harus diwaspadai. Jika terjadi gejala yang mencurigakan, Teten merekomendasikan agar masyarakat segera mencari tempat aman.
Keluarga juga diharapkan agar mengetahui jalur evakuasi yang terdekat. Ini penting untuk menyelamatkan diri jika situasi menjadi lebih kritis dan perlu tindakan sesegera mungkin. Memastikan seluruh anggota keluarga memahami langkah-langkah yang harus diambil bisa menjadi penentu keselamatan.
Selain itu, perhatian lebih juga perlu diberikan terhadap potensi angin puting beliung. Masyarakat diminta untuk tidak berlindung di bawah pohon atau bangunan rapuh yang berpotensi roboh saat badai melanda. Pengendara yang melihat situasi cuaca yang semakin memburuk disarankan untuk menepi dan menunggu badai reda.
Membangun Kesadaran Lingkungan untuk Mengurangi Risiko Bencana
Teten mengingatkan bahwa mitigasi bencana bukan hanya soal kesiapan teknis, tetapi juga mencakup perilaku dalam menjaga lingkungan. Aktivitas seperti penebangan pohon dan konversi lahan menjadi penyebab meningkatnya risiko bencana. Dengan menjaga kelestarian lingkungan, kita bisa mencegah bencana yang lebih parah.
Membangun kesadaran kolektif dalam komunitas menjadi kunci. Saling mengingatkan dan berkolaborasi dalam menjaga alam adalah langkah preventif yang sangat diperlukan. Ketika alam terlestarikan, risiko bencana juga bisa diminimalkan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan status siaga darurat bencana. Ini berlaku sejak 15 September 2025 hingga 30 April 2026, mengingat periode cuaca ekstrem yang akan berlangsung. Kolaborasi dengan kabupaten/kota di seluruh daerah diharapkan dapat memastikan kesiapsiagaan dan respons terhadap bencana lebih optimal.




